Jarak
Di saat Andre telah siap melancarkan tinju terakhirnya.
Ia mendadak menghentikan tinjunya tepat dihadapan wajah Ekiva.
Sementara Ekiva dengan keadaan babak belurnya itu menatap Andre dengan tatapan menghina.
"Sialan kau~haha" ujar Ekiva diikuti tubuhnya yang ambruk dan dengan sigap ditangkap Andre.
"Aku sudah memperingatkanmu" - Andre.
"Prokk...prokk...prokk" Brown bertepuk tangan dengan elegan.
"Pertarungan yang bagus aku selalu meyakini jika orang baik ataupun naif tak selamanya lemah bukankah begitu? Pewaris terakhir klan pendekar pedang Spalda?" - Brown
.
.
.
"Kau tahu sampai sejauh mana? Brown" - Andre.
"Aku tahu apa yang kau rencakan, tapi tenang saja aku juga tahu itu semua demi kebaikannya" - Brown.
"Bagus" - Andre.
"Tapi... Bukankah tak masalah jika sedikit menggunakan trik kotor?" - Brown.
"Tidak. Aku akan tetap teguh pada prinsipku. Aku akan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan ver-hori untuk naik tingkat dan mencapai tingkatan tinggi perwira militer" - Andre.
"Bukannya dia akan menunggu cukup lama?" - Brown.
"Tidak, lagipula setelah aku menemukan cara melepaskan encryptnya kami akan segera menikah sebagai formalitas saja" - Andre.
"Maksudmu?" - Brown.
"Cari saja jawabannya sendiri. Sekarang cepat bantu aku " pinta Andre pada Brown.
Andre dan Brown membaringkan tubuh Ekiva. Lalu Brown merogoh kantongnya dan mengeluarkan sesuatu.
Ternyata sebuah flashdisk.
"Kau mau menggunakan recovery? Biar kita bawa dia ke Dr. Reco saja" - Andre.
"Apa kau bodoh, ini misi pertamamu kau tak mau gagal kan?" - Brown.
"Euhmm, ya terserah kau saja" - Andre.
Brown memiringkan tubuh Ekiva kekanan terlihat dari balik rambutnya bersembunyi sebuah lubang USB pada leher belakang Ekiva.
Andre cukup terkejut melihat hal itu tapi dia masih berusaha tenang.
"Jadi Ekiva memang istimewa ya?" tanya Andre.
"Tuanku bilang ia adalah sebuah kegagalan sama seperti putrinya tapi ada sebuah alasan kenapa mereka masih harus dibiarkan hidup" jawab Brown.
"Maksudmu?" - Andre.
"Yang terpenting jangan tewas di tangan pemerintah" - Brown.
"Tapi sekarang dia bekerja untuk pemerintah!? Kenapa ini jadi membingungkan?" - Andre.
"Fokus saja pada tujuanmu. Masalah Ekiva itu biar jadi urusan masterku" - Brown.
Brown pun menancapkan flashdisk tadi pada leher Ekiva dan secara ajaib luka-luka dan kondisi tubuh Ekiva jadi membaik.
Tak berselang lama Ekiva pun tersadar.
.
.
"Brown, apa kau bekerja pada Professor Logares?" Ekiva.
"Harusnya kau mengucapkan selamat pagi dulu. Baru aku akan memberitahumu" - Brown.
Ekiva menoleh kearah Andre.
"Lain kali aku yang akan menang" - Ekiva.
Andre menghela nafas cukup panjang.
"Aku tak mau bermusuhan denganmu, meski jujur saja aku tak suka sikapmu yang seperti itu tapi tetap saja tujuanku masuk ver-hori bukan untuk mencari lawan" - Andre.
"Baiklah... Baiklah... Aku yang salah, aku mengakui itu" - Ekiva.
Ekiva pun bangun secara perlahan lalu duduk dengan posisi bersila.
"Jadi... Brown dan Andre sudah tau tentang rahasiaku?"
"Aku pikir kau memang spesial, tapi itu wajar karna kau dibesarkan Proffesor Logares. Maaf tapi aku tak mau terlalu terlibat dengannya" - Andre.
"Kau sejak awal memang tak tertarik dengannya ataupun rahasiaku karena kau punya tujuan tersendiri di ver-hori kan?" - Ekiva.
"Ya, aku tak bisa membantahnya" - Andre.
"Cukup rumit aku sendiri juga punya urusan dan tujuanku sendiri apa kita memang harus tetap melanjutkan tim ini?" - Ekiva.
"Kalian ini laki-laki kan? Kenapa bingung sendiri?" - Brown.
"Ini bukan masalah yang sepele Brown. Masalah perbedaan pendapat ini bisa berakibat fatal jika tidak diselesaikan" - Ekiva.
"Ah sudahlah, padahal aku yang jadi klien disini... bagaimana jika begini saja Ekiva tidak akan mengganggu kepentingan Andre begitupun sebaliknya" - Brown.
"Semacam perjanjian?" - Andre.
"Bagaimana?" - Brown.
"Ya, kurasa tak masalah" - Ekiva.
Ekiva lantas beranjak bangun dan melakukan peregangan pada tubuhnya.
"Ya, kurasa lebih baik begini ya. Sampai misi ini selesai kalian tak akan saling mengganggu kepentingan masing-masing" - Brown.
"Hey kau Andre. Aku akan mengingat ini" - Ekiva.
"Minta saja tanding ulang kapan pun kau mau, setidaknya selama kau masih hidup" - Andre.
Semburat jengkel terlihat pada kening Ekiva.
"Ya, seperti itulah rasanya Ekiva saat kau mengatakan sesuatu yang pedas" ujar Brown sambil tersenyum.
"Baiklah Brown jadi kami hanya perlu mengawalmu sampai aula pengadilan kan?" - Andre.
"Ya, akan ada pesta besar disana apa kalian tau?" - Brown.
"Dalam rangka apa?" - Ekiva.
"Ya, aku juga penasaran" - Andre.
"Ah iya, kalian bukan ver-hori tingkat tinggi" - Brown.
"Jadi masih rahasia pabrik ya?" - Ekiva.
"Tepat sekali" - Brown.
"Pelit" dengus Andre.
"Pestanya 3 hari lagi" - Brown.
"Tunggu-BROWN!" - Andre.
"Soal barang yang harus kami jaga?" - Andre.
"Owh tenang saja, aku telah memasukannya dalam command container" - Brown.
"Wah, ternyata kau cukup kaya juga ya, benar kan Ekiva?" - Andre
"Ekiva???" - Andre.
Ekiva terlihat termenung memikirkan sesuatu.
"Andre... Brown berapa lama aku tidak pulang?" - Ekiva.
"Huh? Mana aku tahu?" - Andre.
"Kita saja baru bertemu Ekiva" - Brown.
"Ah, sial aku dalam masalah" keluh Ekiva.
"Sudah... Sudahlah setelah ini ayo makan mie ayam" ujar Andre sambil merangkul Ekiva.
"Berisik!!! Kau tidak tau saja wanita itu seperti apa kalo sudah marah" - Ekiva.
"Padahal baru selesai bertarung, sekarang sudah berteman lagi heheh" cekikik Brown.
Sorot pandang mata Ekiva beralih ke sebuah sisi seperti mengkhawatirkan sesuatu.
"Selain itu siapa yang mengacaukan koneksiku dengan Scanna? Orang itu punya perangkat yang hebat...
Apa Scanna baik-baik saja?
Baiklah setelah ini aku akan menyusulnya" batin Ekiva.
Sementara itu...
Kembali ke apartemen sederhana Ekiva.
Terlihat seorang wanita tengah memakan mie instan sambil duduk di ruang tengah Ekiva.
"Slurrpph-"
"Tunggakannya naik 3 kali lipat" ujar wanita itu yang ternyata adalah Redca.
.
.
.
Scanna nampak terluka.
Benar-benar berantakan di sekeliling tempatnya.
Sepertinya baru saja selesai pertarungan di sana.
Dengan hasil kekalahan untuknya yang dapat dilihat dari posisinya.
Saat ini...
Tersungkur penuh dengan luka.
Scanna bangkit dari posisinya lalu berusaha duduk dengan bersandar pada pedang sillet senjatanya.
"Sialan si Brown itu!!! Apa dia mengkhianati ayah!?" batin Scanna.
Seorang wanita nampak berjalan mendekati Scanna.
Dia mengenakan setelan baju militer hitam dengan jubah merah.
Tak dapat diindentifikasi dari ras mana dia dan seperti apa wajahnya.
Sebab ia mengenakan topeng putih polos dengan garis miring besar berwarna merah sebagai motifnya.
Satu hal yang bisa diidentifikasi darinya hanyalah dia seorang wanita dengan rambut panjang terurai berwarna ungu terang.
"Scanna Vaashken... Kau memang bukan ancaman kami. Tapi karna terkait dengan Logares Vaashken memberinya sedikit hadiah nampaknya tidak buruk juga" ujar wanita itu.
Yang lalu mengarahkan tangannya ke arah Scanna.
"Ada kata-kata terakhir cantik?" tanya wanita itu
"Jika kau ibu guru, aku pasti akan membolos setiap hari dari kelasmu" balas Scanna.
"Hehehe... Murid yang nakal..."
Scanna tersenyum ketir dengan air mata mengalir di pipinya.
"Ibu, Kakak... Maaf aku lengah aku jadi belum bisa mengungkap kebenaran kalian" batin Scanna.
BAMMM!!!
.
.
Dengan bersimbah darah...
Scanna tekapar lemah disana.
Hanya dengan menggenggam bando merahnya.
Dan pedang silet disisinya.
Tanpa seorang pun menemaninya.
Di sana...
Selamat malam gadis bando merah.
Mungkin itu yang ada dipikirannya...
.
.
"Kita janji baru akan mati setelah mencapai tujuan kita"
"Hhmph!!! Ini janji kita!!!
"Scanna jangan mati dulu ya?"
"Hhmph!!! Kau juga ya E-"
Menjelang terpenjam matanya Scanna mendengar sayup-sayup suara yang cukup familiar.
Si bodoh yang selalu dikawalnya itu kenapa tiba-tiba terbayang olehnya.
Dia cukup heran sampai akhirnya mengakui sesuatu.
"Saat gadis itu melihatmu... Aku cemburu tau" bisik lemah Scanna.
.
.
Seseorang tiba dengan begitu cepat di tempat Scanna.
Tanpa ba-bi-bu ia langsung meletakkan Scanna ke pangkuannya lalu menancapkan sesuatu pada lehernya.
Ternyata itu kabel USB yang juga telah ia tancapkan ke lehernya sendiri.
"Peer-to-Peer!!!" teriaknya.
"Zeuthhh!!!" Sepertinya itu adalah sebuah command.
Setelah command itu aktif nampak kondisi Scanna saat ini mulai membaik.
Tapi indikator data mereka berdua berbunyi keras dan sama-sama menunjukan kondisi yang berbahaya.
"U-huk!" Scanna batuk yang diikuti terbukanya kembali matanya secara perlahan.
Senyum sumringah nampak terukir di wajahnya meski dalam kondisi terluka sekalipun jika mendapati orang ini di sampingnya Scanna tidak peduli.
"Kita dalam masalah... Ekiva" ujar Scanna.
"Yup" jawab Ekiva membalas senyum Scanna.
Indikator data mereka semakin berbunyi sangat keras.
Diikuti api hitam yang berkobar sangat hebat membakar sekujur tubuh Ekiva.
"BRHHHH" kobaran api hitam itu semakin besar hingga akhirnya melahap mereka berdua.
"HIKSSS!!! sialan sialan sialan!!!"
Seseorang nampak menangis sambil memukuli tembok saat melihat kondisi yang dialami Ekiva dan Scanna dari kejauhan.
"Tunggu sebentar lagi! Aku pasti membebaskan kalian berdua" ujar orang itu.
"LOGARES!!!" teriaknya.
.
.
.
Bersambung... Ke volume 2!!!
Tunggu yaa...!!!