Kerajaan Hitam
Pandeka Sutan atau dalam Bahasa Indonesia adalah Pendekar Sutan mengambil sikap kuda-kuda dengan kaki kiri berada di depan sedikit kemudian meletakkan kedua tangan di samping pinggang kiri dengan tangan kanan dalam keadaan terkembang, dan memutarkan tangan ke samping pinggang kiri dengan posisi tangan kanan mengepal lurus, sedangkan tangan kiri di atas tangan kanan dalam posisi terbuka lebar lurus. Dan mengumpulkan tenaga sehingga muncul cahaya Harimau dengan warna loreng layaknya seekor Harimau, kemudian Sang Pendekar melepaskannya dengan cara menembakannya dalam posisi tangan kanan mencengkram seperti Harimau dan tangan kiri di dada. “Harimau Minangkabau Attack”, ucap Pandeka Sutan. Seketika cahaya Harimau itu dilepaskan ke arah prajurit Kerajaan Hitam, dan terlukalah salah satu prajurit Kerajaan Hitam.
Serangan yang mengoyak-ngoyak dan mencabik kawannya hingga mengalami luka yang sangat serius. Pandeka Sutan sangat terkenal di luar Kerajaan Pagaruyung. Sehingga lawan ataupun orang yang tidak mengenalnya bahkan tahu namanya serta jurus-jurus yang ia miliki.
“Hah?, Serangan Harimau Minangkabau?,” ucap Panglima Pendekar Kerajaan Hitam degan wajah terkejut. Inikah serangan yang sangat hebat itu? Serangan yang dapat mencabik lawan hingga mengalami luka yang serius. Serangan yang terkenal hingga seluruh kerajaan. Hahaha, akhirnya aku bisa bertemu dengan Pandeka Sutan dan menyaksikan serangan Harimau Minangkabau di depanku. Ini yang aku tunggu-tunggu,” ucapnya sambil tertawa puas dan senang.
“Apa yang kalian ingin kan? Sehingga kalian menyerang negeri ini,” ucap Sutan Muchlis sambil melihat tajam ke arah Panglima Pendekar Kerajaan Hitam.
“Kami ingin menaklukkan kerajaan kalian, dan aku Kido sebagai Panglima Pendekar Kerajaan Hitam akan melakukan perintah Raja. Untuk itu, tunduklah kalian kepada kami,” ucap Kido Sambil menunjuk ke arah Sutan Muchlis.
“Jika kau melaksanakan perintah Rajamu untuk membuat kami tunduk, maka kami juga akan melaksanakan perintah Raja kami untuk melawan kalian. Aku sebagai Pandeka Sutan, sebagai Panjago Parik dalam Nagari pantang untuk tunduk. Kami hanya bisa mengangguk tapi tidak bisa membungkuk. Kalau kami disuruh membungkuk, keris mesti dicabut dahulu, pantang manjilat, dan pantang membungkuk.,” tegas Sutan Muchlis Piliang kepada Kido.
Kido bersiap untuk menyerang Sutan Muchlis dan Sutan Muclis bersiap untuk menangkis serangan yang akan dilakukan oleh Kido.
“Kaliam jangan ada yang ikut campur pertarungan kami,” ucap Kido kepada prajuritnya sambil mempersiapkan kuda-kuda untuk menyerang. Mereka hanya Sutan Muchlis hanya membawa 17 prajurit, itu artinya mereka bukanlah prajurit biasa. Sedangkan kita memiliki 80 prajurit, tapi telah diserang oleh Sutan Muchlis satu orang. Kalian bersiap untuk pertarungan 17 parajurit itu,” ucapnya dengan tegas.
“Baik, Panglima.,” jawab prajurit Kido.
“Kakian waspadalah, ucap Sutan Muchlis kepada para prajuritnya, kalian fokus pada prajurit Kido. Mereka ada 80 orang, dan telah tumbang satu, sedangkan kita berjumlah 18 orang termasuk aku. Biar aku yang menangani Kido dan kalian bersiap jika prajuritnya menyerang.,” ucapnya sambil menoleh ke belakang dengan tatapan tajam.
“Baik, Pandeka.” Jawab prajurit Sutan Muchlis. Semuanya bersiap untuk serangan musuh. Ini adalah pertarungan antara Panglima Pendekar dan kita fokus kepada prajurit musuh di depan ucap wakil Panglima Pendekar.
Akhirnya Kido pun menyerang Sutan Muchlis. Pertarungan pun tidak terelakkan lagi. Dan Sutan Muchlis menghindar dan menangkis serangan Kido dengan tekhnik beladiri masing-masing. Kido menyerang dengan pukulan yang lurus ke depan wajah Sutan Muchlis dan Sutan Muchlis menangkis serangan Kido dengan tekhnik Silatnya, dengan telapak tangan menangkis pukulan Kido. Pertarungan itu sangat sengit sehingga membuat para prajurit terpana dan terpukau melihat pertarungan kedua Panglima Pendekar itu. “Inikah pertarungan antar Panglima Pendekar? Meraka setara ucap salah satu prajurit Kerajaan Hitam. Kita tidak mungkin bisa mengalahkan Panglima Pendekar Kerajaan Pagaruyung,” ucapnya dalam keadaan tubuh mereka semua gemetar.
“Kenapa kau tidak mengeluarkan seluruh kemampuanmu Sutan Muchlis?,” tanya Kido.
“Kau juga tidak mengeluarkan seluruh kekuatanmu untuk menyerangku,” jawab Sutan Muchlis.
Sutan Muchlis sangat pandai menganalisa gaya bertarung lawan. Ia sedang menilai gaya bertarung lawan meski lawannya hanya mengeluarkan satu, dua, atau tiga serangan.
“Gaya bertarungmu hebat juga,” ucap Sutan Muchlis sambil tersenyum kepada Kido.
“Gaya bertarungmu juga hebat, tidak salah aku memilih lawan yang sepadan denganmu,” balasnya sambil tersenyum bahagia.
Pertempuran sengit pun mulai dengan saling serang dan menangkis.
“Hiyaaaaa!!,” aku takkan kalah darimu, Sutan,” teriak Kido sambil menyerang.
Sedangkan Sutan Muchlis terlihat berhati-hati sambil menangkis serangan yang dikeluarkan oleh Kido kepadanya.
“....Rrrggaaah!!” Serangan Bola Matahari, teriak Kido sambil mengeluarkan jurus mengarah ke Sutan Muchlis dengan bola cahaya berukuran sedang seperti cahaya matahari.
Sutan Muchlis pun mengeluarkan jurus penghalangnya untuk menggalang serangan Bola Matahari Kido. Sutan Muchlis mengangkat kedua tangannya ke atas sambil menyerong seperti bentuk rumah adat Suku Minangkabau, yaitu Rumah Gadang.
“Rumah Gadang Ndak Badindiang”
Keluarlah cahaya berbentuk Rumah Gadang yang menyelimuti dan meindungi si pengguna tekhnik ini.
“Sial, dia menggunakan jurus penghalang sehingga membuat seranganku tidak dapat ditembus,” gumamnya dalam hati.
Cahaya Rumah Gadang menyelimuti Sutan Muchlis untuk melindungi penggunanya dari serangan musuh sehingga dipantulkan ke arah Kido.
“Apa!!,” Ucap Kido terkejut melihatnya serangannya berhasil di-block dan diarahkan kembali kepadanya. Dia menghindar ke arah samping kiri. “Dia memantulkan seranganku dengan jurus penghalang miliknya. Sungguh jurus yang sangat mengesankan, ucapnya dalam hati sambil memandang Sutan Muchlis. Tidak mungkin aku akan kalah darinya. Kemudian Kido kembali menyerang Sutan Muchlis. Pertarungan dengan menggunakan beladiri tradisional yaitu Silek atau Silat. Mereka berdua menyerang satu sama lain, tapi Sutan Muchlis tetap tenang menangkis serangan Kido.
Para prajurit di kedua belah pihak terpana dan terpukau menyaksikan pertempuran dua Panglima. Pertempuran yang sangat sengit. Sutan Muchlis menangkis serangan Kido dan melancarkan serangan ke arah dada Kido.
“...Aaahhhh!,” teriak Kido terpental ke belakang. Sutan Muclis tetap menyerangnya kembali dengan serangan bertubi-tubi. Melancarkan serangan ke arah pipi, dada, dan perut Kido. Sehingga membuat Kido tak berdaya dan terdesak karena serangan bertubi-tubi dari Sutan Muchlis. Sutan Muchlis pun menendang perut Kido sehingga terpental jauh ke belakang.
“Gubraaaak!.” Kido terpental ke arah dinding dan dinding itu seketika hancur karena Kido terpental ke belakang dan menabrak sebuah dinding rumah warga. Kido tidak menyangka bahwa dia akan kalah oleh Sutan Muchlis. Sutan Muchlis diberi gelar sebagai Pandeka Sutan bukan hanya sekedar gelar belaka. Kido pun roboh dan tak berdaya untuk berdiri. Dan prajuritnya pun menghampiri Kido dan memapahnya.
“Panglima, anda tidak apa-apa?,” tanya salah satu prajurit Kido kepadanya sambil memapahnya untuk berdiri.
“Ya, aku tidak apa-apa,” jawabnya sambil memandang sinis ke arah Sutan Muchlis.
“Pergilah kalian dari negeriku,” teriak Sutan Muchlis kepada prajurit Kerajaan Hitam sambil menatap tajam ke arah mereka.
“Hari ini kami kalah, dan kami akan kembali untuk menaklukkan kalian. Agar kalian tunduk kepada kami,” jawabnya sambil berjalan pulang kembali ke Istana mereka.
“Jika kalian kembali, kami akan menghalau dan menghentikan kalian. Tidak perlu seberapa kuat kalian kami akan bertarung habis-habisan, jawab Sutan Muchlis.
“Horeeeee....,” teriak warga dengan senang gembira melihat Panglima Kerajaan Hitam babak belur tak berdaya oleh serangan Sutan Muchlis.
“Pak Pandeka Sutan,” seorang anak kecil memanggilnya dari arah samping kanan. Terima kasih sudah menyelamatkan kami, Pak. Kami senang memilik Panglima dan prajurit seperti bapak yang tangguh,” kata anak kecil itu sambil tersenyum bahagia.
“Sama-sama, nak. Ini adalah tugas dan tanggung jawab kami untuk melindungi kian dan tanah kita dari serangan musuh yang akan menyerang kita,” jawabnya sambil tersenyum ke arah anak kecil tersebut. Apakah ada yang terluka?,” tanya Sutan Muchlis kepada rakyatnya.
“Ada Pandeka,” jawab seorang warga dari belakang. Nenek ini terluka dan cucu perempuannya juga terluka.
“Prajurit, segera bawa nenek dan cucunya ke balai pengobatan. Pastikan nenek dan cucunya sembuh dan pastikan warga lainnya apakah ada yang terluka atau tidak,” ucap Sutan Muchlis sambil mengambil berjalan ke arah sebuah kertas gulungan yang terjatuh dari Panglima Pendekar Kerajaan Hitam. Ternyata kertas gulungan itu adalah surat dari rakyat Kerajaan Aceh yang berdagang ke Kerajaan Hitam. Bahwa isinya adalah untuk memberitahukan kepada Raja Aceh bahwa Kerajaan Hitam akan menyerang Kerajaan Pagaruyung.
Hubungan Kerajaan Aceh dengan Kerajaan Pagaruyung sangat erat dan dekat sekali.
“hhhmm, mungkin pemuda Aceh ini tertangkap sebelum menyerahkan kertas gulungan ini ke Raja Aceh. Baiklah semuanya!, Apakah semua rakyat kita baik-baik saja,” teriak Sutan Muchlis kepada para prajuritnya.
“Hanya dua orang yang terluka, Pandeka,” jawab salah satu prajuritnya.
“Baik, ayo kita segera kembali ke Istana untuk memberitahukan kepada Raja tentang isi surat gulungan ini,” ucapnya sambil berjalan dan menggendong nenek dan cucunya yang terluka dengan tandu untuk dibawa ke balai pengobatan.